Senin, Februari 22, 2010

disuatu titik

Aku dilahirkan sebagai anak tengah, kemudian terbiasa menjalani hidup dipertengahan pula, tidak terbiasa menjadi pusat perhatian, tidak pula biasa menjadi yang pertama walau juga tak sudi menjadi yang terakhir, dengan semua yang serba tak mencolok itulah aku menjalani hidup dan sangat akrab dengan kehidupan yang serba biasa saja.

Ketika orang lain terbiasa dengan sanjung puja, aku justru merasa amat asing dengan ritual itu, ketika orang lain terbiasa menjadi pusat perhatian aku justru aneh jika berada dalam posisi itu, hal itu telah mendarah daging dalam hidupku, hingga menjadi hal wajar jika bertemu seseorang yang pernah menjalani hidup dalam priode yang sama, terkadang tak pernah menyimpanku dalam memorinya hingga biasa saja jadi orang yang mengenali orang lain tapi sama sekali tak dikenali,sungguh aku terbiasa tidak dikenali oleh lingkunganku.

Suatu ketika nasib membawaku pada sebuah posisi yang membuatku seperti lampu yang tengah dikerumuni oleh laron, sungguh itu sebuah posisi yang tak nyaman untuk orang yang terlalu terbiasa dengan kehidupan yang datar, aha....tiba-tiba aku justru bertanya dalam hati’ Hei...dia sungguh-sungguh mengenali ku???’bukankah pada pertemuan terakhir yang lalu dia bertanya dengan dengan kening berkerut “siapa ya’

Terkadang amat sulit menyesuaikan diri dengan posisi baru ini, butuh ribuan jarum akupuntur untuk membuat syaraf-syarafku bereaksi dengan lingkungan sekitar yang sekarang seolah menjadi amat akrab denganku...

Keakraban itu sungguh asing, ia justru membuatku seolah berjalan seorang diri diruang hampa, Aku tak dapat merasakan apapun hanya melihat sekeliling bak mimpi yang tak mampu ku jamah.

Berusaha mencari jangkar realitas agar aku tetap tertambat ditempatku, mencari lagi keping-keping keakraban masa lalu, membuka lagi beberapa file lama yang benar-benar mengenggam hatiku, hasilnya memang hanya kutemui lembaran tipis saja yang membuatku merasa amat akrab dengan ekosistemku

Tidak ada komentar: