Tiba-tiba saja terpikir, darimana awalnya indikator cantik atau ganteng itu di tentukan, bermula darimana pula penilaian langsing itu lebih baik dari pada gemuk, berkulit putih lebih baik dari pada berkulit hitam, atau ukuran-ukran lain yang banyak berseliweran saat ini di lingkunganku. Sejujurnya saya pernah membaca di sebuah artikel?( Tepatnya kapan dan dimana memory saya tak mampu menelusiri filenya) bahawa kriteria itu adalah bentukan budaya, artinya kriteria cantik dari masa ke masa bisa saja berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Dulu perempuan yang dianggap cantik adalah perempuan yang bertubuh besar dan kuat, dan saya ingat dulu ibu saya amat membanggakan rambut ikal miliknya, karena beliau tak perlu repot-repot ke salon kecantikan untuk membuat rambutnya menjadi bergelombang. Sekarang yang saya saksikan remaja putri amat tergila-gila pada pelurusan rambut atau yang ngetren disebur rebounding.
Saya adalah manusia yang amat beruntung, saya dilahirkan dengan anugrah kesehatan, walaupun saya tidak memiliki raga dan paras sempurna baca: cantik, namun saya yakin semua itu adalah anugrah Tuhan untuk saya, mengapa Tuhan memilihkan raga ini untuk jiwa saya tentunya itu adalah hak preoregatif Tuhan yang tak layak saya pertanyakan, yang ingin saya katakan adalah saya amat nyaman dan bahagia dengan raga saya, hingga saya tidak terlalu peduli pada penilaian orang lain tentang Tubuh saya yang terlalu kurus, wajah saya yang kusam, mata saya yg memiliki lingkaran hitam, atau susunan gigi saya yang berantakan, buat saya hal itu bukanlah sesuatu yang membuat saya tidak bahagia, saya tetap menikmati hidup, tertawa bahkan “mengila” hingga saya tak habis pikir tiap kali orang-orang sekeliling saya menyarankan untuk merefarasi “KEKURANGAN” saya itu,saya tidak terlalu peduli, buat saya merawat secukupnya karunia Tuhan untuk saya itu saja sudah cukup.
Suatu waktu saya pernah “tidak bahagia” dengan diri saya, saya merasa tak ada yang menarik dengan saya, terlebih dengan derasnya isu perselingkuhan akibat istri yang tak lagi menarik, membuat saya ingin sekali tampil “cantik”, maka dimulailah petulangan mencari dokter kulit terbaik, untuk membuat kulit kusam saya menjadi bercahaya, nah....apa yang terjadi? Semua itu ternyata bukanlah karakter saya, hingga yang terjadi adalah “kehilangan diri sendiri” saya tidak bilang orang-orang yang ingin tampil cantik itu salah namun kesemimbangan antara kecantikan lahir dan bathin hendaklah dijaga.
untuk saya pribadi, perawatan mahal ternyata bukan bagian dari diri saya hingga menjalani kehidupan dengan dokter kecantikan, sepatu mahal, Tas bermerk,dan lain-lainnya selalu menerbitkan rasa bersalah dalam diri saya. Rasa bersalah karena demikian gampangnya saya menghambur-hamburkan uang yang nilainya jauh lebih banyak dari sedekah yang saya lakukan. Rasa bersalah teringat 2 asisten saya di rumah yang dengan pengasilannya yang buat saya mungkin tak ada artinya masih sempat bersedekah bahkan menopang kehidupan adik-adiknya, rasa amat menyesal begitu menyadari, koleksi tas saya yang menumpuk dan amat jarang saya gunakan sementara seorang guru didaerah terpencil sana mengunakan tas untuk mengajar hingga tas itu amat lusuh hingga akhirnyan pertahanan tas itu bobol hingga tak dapat lagi diguanakan.
Dalam sebuah perjalanan mendampingi tugas suami saya, bahkan saya melihat perempuan buruh kopra yang bertelanjang kaki, sementara sepatu saya memenuhi hampir seluruh lemari sepatu yang ada di rumah saya, saya bahkan hampir menangis, ketika baju bekas saya dan keluarga yang masih layak pakai, bagai berkah tak terhingga buat orang-orang yang mebutuhkan, sementara saya punya puluhan busana yang bahkan jarang saya gunakan akibat terpenjara dalam seragam kantor.
Sungguh pada titik itu saya amat merasa berdosa, kenapa saya menjadi manusia yang sangat hedonis, mengapa saya begitu memuja produk-produk kapitalis, bukankah saya harusnya lebih peduli pada orang lain membutuhkan uluran tangan saya, mungkin pertolongan itu terasa amat tak berarti untuk saya namun ternyata bermanfaat banyak buat orang lain.
Awalnya saya menikmati hal itu, terlebih hal itu saya lakukan tanpa menganggu keuangan dan kestabilan keluarga, namun kemudian hati saya sendiri yang bertanya, apakahh memang kehidupan seperti itu yang saya inginkan, kehidupan hedoniskan yang menerbitkan kebahagian di hati saya, ternyata membuat orang lain tersenyum jauh lebih membuat saya bahagia.
Saya tidak ingin katakan saya terlah berubah menjadi manusia dengan hati malaikat yang rela mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain, namun saya ingin sekali berubah, berubah menjadi lebih baik, menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain, mencoba hidup sederhana namun bisa menerbitkan senyum diwajah orang lain.....doakan saya ya.....
RESULUSI TAHUN 2011
Saya adalah manusia yang amat beruntung, saya dilahirkan dengan anugrah kesehatan, walaupun saya tidak memiliki raga dan paras sempurna baca: cantik, namun saya yakin semua itu adalah anugrah Tuhan untuk saya, mengapa Tuhan memilihkan raga ini untuk jiwa saya tentunya itu adalah hak preoregatif Tuhan yang tak layak saya pertanyakan, yang ingin saya katakan adalah saya amat nyaman dan bahagia dengan raga saya, hingga saya tidak terlalu peduli pada penilaian orang lain tentang Tubuh saya yang terlalu kurus, wajah saya yang kusam, mata saya yg memiliki lingkaran hitam, atau susunan gigi saya yang berantakan, buat saya hal itu bukanlah sesuatu yang membuat saya tidak bahagia, saya tetap menikmati hidup, tertawa bahkan “mengila” hingga saya tak habis pikir tiap kali orang-orang sekeliling saya menyarankan untuk merefarasi “KEKURANGAN” saya itu,saya tidak terlalu peduli, buat saya merawat secukupnya karunia Tuhan untuk saya itu saja sudah cukup.
Suatu waktu saya pernah “tidak bahagia” dengan diri saya, saya merasa tak ada yang menarik dengan saya, terlebih dengan derasnya isu perselingkuhan akibat istri yang tak lagi menarik, membuat saya ingin sekali tampil “cantik”, maka dimulailah petulangan mencari dokter kulit terbaik, untuk membuat kulit kusam saya menjadi bercahaya, nah....apa yang terjadi? Semua itu ternyata bukanlah karakter saya, hingga yang terjadi adalah “kehilangan diri sendiri” saya tidak bilang orang-orang yang ingin tampil cantik itu salah namun kesemimbangan antara kecantikan lahir dan bathin hendaklah dijaga.
untuk saya pribadi, perawatan mahal ternyata bukan bagian dari diri saya hingga menjalani kehidupan dengan dokter kecantikan, sepatu mahal, Tas bermerk,dan lain-lainnya selalu menerbitkan rasa bersalah dalam diri saya. Rasa bersalah karena demikian gampangnya saya menghambur-hamburkan uang yang nilainya jauh lebih banyak dari sedekah yang saya lakukan. Rasa bersalah teringat 2 asisten saya di rumah yang dengan pengasilannya yang buat saya mungkin tak ada artinya masih sempat bersedekah bahkan menopang kehidupan adik-adiknya, rasa amat menyesal begitu menyadari, koleksi tas saya yang menumpuk dan amat jarang saya gunakan sementara seorang guru didaerah terpencil sana mengunakan tas untuk mengajar hingga tas itu amat lusuh hingga akhirnyan pertahanan tas itu bobol hingga tak dapat lagi diguanakan.
Dalam sebuah perjalanan mendampingi tugas suami saya, bahkan saya melihat perempuan buruh kopra yang bertelanjang kaki, sementara sepatu saya memenuhi hampir seluruh lemari sepatu yang ada di rumah saya, saya bahkan hampir menangis, ketika baju bekas saya dan keluarga yang masih layak pakai, bagai berkah tak terhingga buat orang-orang yang mebutuhkan, sementara saya punya puluhan busana yang bahkan jarang saya gunakan akibat terpenjara dalam seragam kantor.
Sungguh pada titik itu saya amat merasa berdosa, kenapa saya menjadi manusia yang sangat hedonis, mengapa saya begitu memuja produk-produk kapitalis, bukankah saya harusnya lebih peduli pada orang lain membutuhkan uluran tangan saya, mungkin pertolongan itu terasa amat tak berarti untuk saya namun ternyata bermanfaat banyak buat orang lain.
Awalnya saya menikmati hal itu, terlebih hal itu saya lakukan tanpa menganggu keuangan dan kestabilan keluarga, namun kemudian hati saya sendiri yang bertanya, apakahh memang kehidupan seperti itu yang saya inginkan, kehidupan hedoniskan yang menerbitkan kebahagian di hati saya, ternyata membuat orang lain tersenyum jauh lebih membuat saya bahagia.
Saya tidak ingin katakan saya terlah berubah menjadi manusia dengan hati malaikat yang rela mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain, namun saya ingin sekali berubah, berubah menjadi lebih baik, menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain, mencoba hidup sederhana namun bisa menerbitkan senyum diwajah orang lain.....doakan saya ya.....
RESULUSI TAHUN 2011