Sulit menemukan apa yang membawa diriku pada kehidupan dan kondisi hari ini, perjalanan itu terlalu jauh dan amat menjemukan, hingga sekeliling terasa amat membosankan dengan pemandangan yang itu-itu saja, tentu saja hal itu melahirkan kesulitan untuk mendeskripsikan sebuah keindahan lewat indikator umum.
Keindahan buat banyak orang mungkin adalah hal-hal yang memang disosialisasikan sebagai sebuah keindahan sehingga menjadi sebuah kelaziman hal itu disebut indah, dan tentu saja sensor rasa yang Tuhan berikan ikur berperan dalam menentukan hal itu, namun untuk aku hal itu jarang sekali berlaku, mungkin value yang ku anut berbeda dengan orang lain atau aku sesungguhnya asing dengan duniaku sendiri.
Kenyataan selalu saja melahirkan keindahan dalam versiku sendiri, setidaknya mindaku yang berusaha membuatnya menjadi indah, hingga terkadang aku amat sibuk menentang dunia yang menyatakan bahawa hal yang ku anggap indah itu adalah suatu kejelekan. Aku selalu berusaha dan terkadang menjadi amat sangat lelah.
Kelalahan itu terkadang juga amat indah melahirkan sensasi pencarian baru akan perasaan nyaman, setidaknya ribuan jarum kelelahan itu membangkitkan sistem syarafku untuk mencari dan terus mencari arah menuju pelangi.
Suatu ketika, ketika rasa lelah itu datang lagi, lagi dan lagi, hampir saja ingin menyerah, hampir saja ingin berlari, hampir saja mengankat bendera putih, namum seketika tangan Tuhan bekerja, entah bagaimana seluruh rasa lelah itu berganti keindahan, walau seluruh dunia menatap hina, tapi aku tak butuh dunia jika Tuhan menanamkan bibit keindahan dalam hatiku, ia terus saja bersemi memenuhi seluruh ruang dihatiku menghapus terik yang selama inimenghujam hati.
Tuhan selalu saja punya rencana, rencananya yang tak selalu dapat kumengerti, rencananya yang terkadang membuatku bertanya apakah Ia sedang menghukumku, rencananya yang membuatku hampir berputus asa, tapi selalu saja keindahan yang menjadi muara dari segala kesedihan ini.
Ketika sedang marah, aku selalu berharap bisa memilih kepada siapa tali itu aku tautkan, ketika semuanya usai aku berpikir ulang, apa hak ku untuk mendikte keinginannya, seberapa hebat aku hingga mengetahui kebaikan melebihi Nya, akhirnya dengan sesak didada sambil berharap sang lupa segera menguapkan duka, aku hanya bisa pasrah dan membuat kesimpulan hidup adalah kesendirian dan sekitar hanyalah aksesosris, kadang menambah keindahan dan kadang terlihat norak dan berlebihan.
Tuhan...aku berharap semoga stok kesabaranku tak pernah menipis,aku berdoa semoga urat cuekku tetap terpelihara, terus dan terus saja seperti itu hingga tak ada sedikit bebanku menghimpit dadaku, aku akan membiarkan saja semua oarang menguasi bumi ini, biarlah lakukan sesuka kalian, walau harus menyingkir keruang hampa aku tak peduli, aku hanya butuh kesendirianku dan itu sudah berarti sebuah keindahan untukku.
Belajar menerima, mungkin adalah yang terbaik, biarlah semuanya tergerus habis, setidaknya hal itu hanya akan berakhir sampai disitu, tidak menyakiti batninku dan tak pula merampas keindahan dari hatiku.
Mengarungi hidup berarti bersiap untuk mengatasi gelombang, gelombang juga sebuah keindahan, keindahan yang pada satu titik akan melahirkan kebahagian. Aku percaya dan sungguh percaya pada perputaran roda, biarlah semuanya berlalu saja, tak perlu klarifikasi, dengan paham atau tidak pahamnya orang lain tentang suatu pristiwa toh tidak memperbaiki keadaan, Tuhan telah membekukan sang hama itu dalam wujud hama, ia tak lagi dapat bermetamarfosis atau menjadi sesuatu yang baik, cepat atau lambat, semua memang harus dihadapi.
Hidup, kenapa harus membutuhkan pandangan dari sisi oarang lain yang toh tak pernah benar-benar melayarkan kapal bantuan ketika ribut menghatam, mereka hanya pengamat, tidak pernah jadi praktisi, jadi hanya bisa menatap, berkomentar, kemudian diam tanpa solusi sementara pisau itu telah tertancap begitu dalam.
Sang hama hanya datang pada saat panen, menggangu siklus panen, kemudian meronta-rontak ketika pestisida beraksi, seolah-olah mereka adalah korban genoisida, padahal sang petani hanya menjaga periuk nasinya agar tak bocor hingga keindahan masih bisa ia sirami di rumah mungilnya.
Ah dunia,,,,
Tak akan berujung hingga kematian menjemputmu..dan selesailah suadah semua pertanyaan yang mengelisahkanmu.
Menjelang pertandingan Germany Vs Espana....
Rabu, Desember 22, 2010
Langganan:
Postingan (Atom)