Rabu, Desember 10, 2008

Kolam Teratai II

Kepingan ingatan terkadang tak sepenuhnya melahirkan bentuk yang sama, ada yang terhempas amat tinggi hingga jatuh berderai, ada pula yang hanya retak, dan masih dapat terselamatkan, demikian juga ingatanku tentang selasar rumah sakit, selalu saja menimbulkan aroma menusuk bau karbol yang mengingatkan tentang salah satu keping kenangan tentang perasaan tak berdaya terbaring dimeja operasi, kenangan itu kerap muncul ketika melihat orang-orang hilir mudik di selasar rumah sakit, ya…seperi kelahiran dan kematian, selalu saja ada yang datang dan pergi, yang pergi hanya akan dikenang sesekali sebagai sosok yang mungkin pernah berarti yang datang akan disirami dengan harapan, untuk kehidupan yang lebih baik.

Ketika pisau-pisau bedah itu menyayat tubuhku, jiwaku entah melayang kemana, ketika terbangun, bau karbol yang menusuk itulah yang pertama kali mampir dipenciumanku, semua terasa melayang, itulah saat dimana aku sangat membutuhkan gengaman erat tangan seseorang. Entahlah, begitu takut akan pergi, dan tak dapat lagi kembali.

Mungkin itulah perasaan seorang sahabat yang tiba-tiba saja terbaring tak berdaya, dan dalam sekejap seoalah meninggalkan dunia, tak mengenali kedua orangtuanya, saudara-saudaranya dan tentu saja tak mengenali aku sahabatnya yang menangis terisak melihat jasadnya yang begitu hampa, tiap kali memcoba mengatakan betapa aku merindukan tawanya, tiap kalipula ia mengulangi perkataan ku, saat itu sama halnya ketika masih berada dalam pengaruh obat bius sehabis operasi, terasa melayang, sulit mengapai sesuatu yang terlihat amat dekat namun amat sulit di gapai.

Aku selalu berusaha mengingatkannya tentang dirinya, tentang kolam teratai di sekolah kami, tentang guru-guru disekolah kami yang amat sangat merindukan Most Favorite student nya, dan tentang puisi-puisinya, tentang cerpen-cerpennya, dan tentunya tentang es cream Favorite seharga 2000 perak yang selalu kami beli bersama, dan akan kami nikmati bersama sambil mengayuh sepeda deki berwarna ungu hilir mudik mengitari kota kecil kami.

Namun semakin keras aku berusaha, semakin ia melupakanku, semakin terisak aku, semakin ia hanyut dalam dunianya. Tuhan... rasanya lebih baik kami seperti sebelumnya saja menjauh pelan-pelan karena dipisahkan tembok kelas yang berbeda dan banyak hal yang kami sendiri tak tau berawal dari mana, hingga tiba-tiba saja menemukan diri kami berada didua titik yang teramat jauh dari pada seperti ini, berada amat dekat namun tak dapat saling menyapa.

Suatu hari Tuhan mendengar doaku, Sahabatku kembali, ia sepenuhnya mampu menguasi dirinya dan mampu mengusir Virus jahat yang mengakibatkan ia menderita selaput radang otak, ia menjadi sahabatku yang dulu, tetap Favorite Student, sang primadona dan tentu saja tetaplah penulis handal yang selalu mampu membuatku menangis atau tertawa tiap kali membaca karyanya.

Hubungan kamipun masih tetap sama, tetap jauh, walau juga kadang terasa dekat, tetap dekat karena masih satu sekolah namun sekaligus terasa amat jauh, tetap menajalani hari masing-masing dengan cara sendiri-sendiri pula, namun satu hal yang ku tahu, aku tetap saja menyayanginya dan aku mengerti suatu hal bahwa persahabatan hanyalah mengaharapkan yang terbaik bagi sahabatnya walaupun ada tembok yang mengahalangi namun sahabat tetaplah sahabat.

Dimanapun kau berada saat ini, jika suatu hari kau menemukan tulisan ini, aku ingin kau tau, walaupun semua telah berubah diantara kita, namun setetes kenangan tentang persahabatan kita akan selalu ku kenang, seperi aku mengenang kolam teratai di sekolah kita.