Tadi pagi ketika meluncur dikepadatan jalanan Panam, mengantarkan ibuku yang akan menjalani sebuah pelatihan di salah satu Hotel di Panam, aku menyempatkan diri mampir sejenak ke kampus UNRI, menyusuri kembali kampus “bina widya” yang hampir selama 3,5 menjadi tempat ku menabur begitu banyak harapan, tempat mendapatkan begitu banyak cinta dari orang-orang yang istimewa, di sana juga aku seolah “menemukan” diriku, menemukan arti persahabatan, keindahan masa remaja, dan tentunya belajar lebih mencintai Sang Pencipta.
Barisan pepohon yang berjejer rapat di Bina Widaya adalah saksi perjalananku, di setiap helai daunnya ku tulis asa ku tentang hidup, tentang gundah, tentang nestapa dan tentang bahagia yang mengalir. Betapa seluruh kenangan itu tersimpan rapi diketeduhan pepohonan yang kian kokoh menaungi Bina Widaya, dulu setiap pagi aku selalu berjalan sendiri memininta perlindungan di balik rerimbunan pepohanan, apalagi jika terik mentari tengah perkasa hanya pepohonan ini sahabat karib yang memayungiku dengan ketuduhan.
Dahannya yang kokoh selalu mengingatkanku pada sahabat-sahabatku di Bina Widaya, begitu beraneka namun melahirkan harmoni yang indah. Ada Verry yang feminim, dan selalu punya banyak energi untuk memperhatikan kami semua, sahabat-sahabatnya, bersama Verry jalanan Panam yang berdebu telah ku lalui bersamanya didampingi jupiter merah yang setia (masih ada lho Ver...lom di jual...rencananya akan di simpan sampai kapanpun tuk kenanng-kenangan), tentunya demi menyelesaikan skripsi yang terus saja menrengek-rengek minta di selesaikan. Kecerewetan Verrylah yang membuatku selalu bangkit tiap kali terjatuh dalam malas yang kronis.
Masih ku ingat betapa cinta seorang Verry pada sahabatnya demikian tulus, tanpa tembok, tanpa prasangka, bersamanya bisa ku rasakan ada banyak tempat di hatinya untuk kasih sayang dan cinta pada seseorang seperti aku, si itik buruk rupa yang jauh dari rumah, sehingga sedikit demi sedikit aku mulai dapat bergabung dengan komunitas the sosio 2000 dan membuang jauh-jauh perasaan minder dan ketakutan, membuatku mengerti bahwa teman-temanku adalah orang-orang yang tulus dan dapat menerima aku apa adanya, mereka adalah orang-orang yang toleran terhadap perbedaan yang paling prinsip sekalipun, bersamanya pula lagu-lagu indah terasa kian syahdu saat harus berjibaku melawan kantuk menyelesaikan deadline skripsi.(laluna: Bantu aku membencimu, ku terlalu mencintai mu) bahkan ketika jarak telah memisahkan kami ia masih mengingatku, dia rela mengejar-ngejar aku yang sudah duduk manis di Argo Gede bersiap meninggalkan Bandung menuju Jakarta, padahal saat itu aku tau kesibukan kerja demikian mengekangnya yang baru mulai membagun karir di Bandung, tapi demi aku yang sedang berlibur ke Bandung sempatkan diri menemuiku walau hanya sesaat (duh ngejar-ngejar kereta dengan stileto 7 cm lg)
Sejak adegan di stasiun kereta api itu, belum sekalipun kita di pertemukan oleh sang waktu, kesibukan masing-masing membuat kita terpenjara di hari-hari yang berlari demikan kencang. Hingga tak ku sadari hampir 3 tahun kita tak bertatap muka.
Namun kali ini adahal yang ingin ku ucapkan pada mu Ver…yang selama ini tak pernah sempat aku ucapakan “terimakasih Ver…sudah menjadi sahabatku, terimakasih sudah memberi warna di salah satu episode hidupku, andai Tuhan tak mentakdirkan pertemuan kita mungkin aku akan mengenang Bina Widaya dengan cara yang lain.
Duh Verry kapan ya… bisa membalas kebaikan-kebaikanmu…kapan ya bisa bersama-sama lagi, sungguh aku merindukanmu Verry IMOET….
1 komentar:
Duhh..yang punya kenangan
jadi ikut terenang eh terkenang
Posting Komentar