Dawai itu berdenting garang
Hendak marah…
Hendak teriak…
Teriak aku,
Menangis aku,
Coba berlari…
direntang gurun
Terbang
Ke pucuk awan
Malampun datang lindungi aku
Dalam benteng gelap dan pekat
Akupun berselimut kabut
Kemudian hilang
Dan tak ingin kembali
Kamis, Juli 31, 2008
Rabu, Juli 30, 2008
Tersenyumlah
Luruhkan saja luka itu
Biarkan ia cepat menghilang
Bersama daun yang meranggas musim ini
Cepatlah bangkit bersama angin
Menyemai bahagia di kuntum yang mekar
Tertawa lah lagi…
Bersama mentari
Lewat kicau burung, bernyanyil
Biarkan ia cepat menghilang
Bersama daun yang meranggas musim ini
Cepatlah bangkit bersama angin
Menyemai bahagia di kuntum yang mekar
Tertawa lah lagi…
Bersama mentari
Lewat kicau burung, bernyanyil
lelah
Lelah datang Mengungkungku
Hingga angin jatuh iba
Ia tuntun aku tertidur nyenyak
di buai sepoy yang bernyanyi
Pada semilir yang memeluk
Ku sambut damai dengan riang
Berharap sunyi menjadi teman
Menuntunku berlari dari lelah.
Hingga angin jatuh iba
Ia tuntun aku tertidur nyenyak
di buai sepoy yang bernyanyi
Pada semilir yang memeluk
Ku sambut damai dengan riang
Berharap sunyi menjadi teman
Menuntunku berlari dari lelah.
Cahaya
Ku ikuti alur takdirku berujung
Ku lalui arus nasib yang menghilir
Hingga ku temukan ada banyak cinta yang bercahaya
Berpendar indah disekelilingku.
Jangan Engkau Tutup hatiku akan Syukur
Tatap aku dengan Kasih Mu
Karena tiada yang kumau selain Cinta Mu….
Ku lalui arus nasib yang menghilir
Hingga ku temukan ada banyak cinta yang bercahaya
Berpendar indah disekelilingku.
Jangan Engkau Tutup hatiku akan Syukur
Tatap aku dengan Kasih Mu
Karena tiada yang kumau selain Cinta Mu….
Kamis, Juli 24, 2008
Selamat Pagi Cattlya
Pagi ini lantunan gema berkicau di kepalaku
menyebut-nyebut Cattlya dengan larik menghiba
kadang terdengar sunyi, kadang keras...bahkan menghentak
ada apa denganmu Cattlya?
hingga begitu ingin kurangkai syair untukmu
walau terkapar di ujung pena
Cattlya ...
Kapan murammu, kurasa hangat
mekarlah Cattlya
seperti tadai malam ketika engkau berkunjung ke mimpiku
di sana ku lihat engkau semerbak berbalut warna nan suci
Cattlya...
pagi ini ...tergesa ku lihat engkau
masih saja tertutup kabut,
tetap saja merindu genggam tangan
seakan mentari tak pernah hadir
SELAMAT PAGI CATTLYA
mekarlah...lupakan kuntum yang telah sirna.
menyebut-nyebut Cattlya dengan larik menghiba
kadang terdengar sunyi, kadang keras...bahkan menghentak
ada apa denganmu Cattlya?
hingga begitu ingin kurangkai syair untukmu
walau terkapar di ujung pena
Cattlya ...
Kapan murammu, kurasa hangat
mekarlah Cattlya
seperti tadai malam ketika engkau berkunjung ke mimpiku
di sana ku lihat engkau semerbak berbalut warna nan suci
Cattlya...
pagi ini ...tergesa ku lihat engkau
masih saja tertutup kabut,
tetap saja merindu genggam tangan
seakan mentari tak pernah hadir
SELAMAT PAGI CATTLYA
mekarlah...lupakan kuntum yang telah sirna.
Senin, Juli 21, 2008
Princess ku
Sudah empat hari Princess ku masuk Play Grup, awalnya rasa cemas demikan meraja ketika mengantarnya ke gerbang sekolahnya, menangiskah ia ketika aku hilang dari pandangannya?, takutkah ia pada lingkungan barunya?, tuluskah perhatian dan kelembutan yang di tujukan”Sang Bunda” pada Princessku ketika aku jauh darinya.
Ku tatap lagi wajah polosnya, duh…sungguh ingin aku memeluknya dan membiarkan terus berada di sisiku, ku pandangi bening bola matanya, duh…sungguh ingin aku selalu mencium gembul pipinya yang kemerahan dan tak biarkan sedetikpun ia hilang dari pandanganku.
Tapi Princess lebih kuat dari perkiraan ku, lebih tabah dari bayanganku, sungguh ia mampu merasakan betapa aku mencemaskannya sehingga dengan senyum lugunya dihapusnyalah semua gundah di hatiku, dengan mudahnya ia turut bergabung bersama siswa Play Grup lainnya, ia menyanyi dan menari dengan riang mengikuti gerakan Bunda Gurunya, tak sedikitpun membayang ketakutan di wajah polosnya, ia sangat gembira…
Bahkan ketika aku meninggalkannya untuk berangkat kekantor ia mencium takzim tanganku kemudian mencium pipiku dengan manja…tak terasa bulir bening itu mengalir deras di pipku..ya…Tuhan Terimakasih atas semua ini, atas semua karunia dan kebahagiaan yang begitu berlimpah yang Engkau berikan padaku.
Princess….
Maafkan Bunda ya…tidak bisa jadi Ibu yang sempurna untukmu, Bunda tak bisa mendampingi tiap detik hidupmu, seperti layaknya anak seusiamu yang masih selalu ingin bermanja tiap saat bersama Ibunya.
Princess…
Mungkin Bunda Egois, masih melanjutkan karier padahal Bunda sudah punya Princess yang Tuhan titipkan pada Bunda, tapi percayalah Princess, Bunda lakukan semua itu demi untukmu Princess, sehingga kelak ketika kau dewasa kau bisa merasakan bahwa Bundamu adalah Bunda yang mampu menyumbangkan sedikit pengetahuan yang Bunda miliki untuk kebaikan….
Princess…
Bukan berarti dengan Full day bersamamu, bunda tak bisa melakukan kebaikan, tapi Bunda Ingin suatu hari nanti Princess mengerti bahwa hidup ini Tuhan berikan tak hanya untuk diri kita sendiri, tapi ada hak dan bagian orang lain, yang Tuhan titipkan lewat tangan kita untuk membantu hamba Tuhan lainnya.
Princess… jadilah anak yang sholehah….
Tetaplah kuat, dan Tabah seperti harapan yang Bunda sematkan pada namamu, kebijasanaan yang Tuhan angerahkan untuk perempuan yang tabah dan Ulet.
Doa Bunda selalu menyertaimu sayang….
Ku tatap lagi wajah polosnya, duh…sungguh ingin aku memeluknya dan membiarkan terus berada di sisiku, ku pandangi bening bola matanya, duh…sungguh ingin aku selalu mencium gembul pipinya yang kemerahan dan tak biarkan sedetikpun ia hilang dari pandanganku.
Tapi Princess lebih kuat dari perkiraan ku, lebih tabah dari bayanganku, sungguh ia mampu merasakan betapa aku mencemaskannya sehingga dengan senyum lugunya dihapusnyalah semua gundah di hatiku, dengan mudahnya ia turut bergabung bersama siswa Play Grup lainnya, ia menyanyi dan menari dengan riang mengikuti gerakan Bunda Gurunya, tak sedikitpun membayang ketakutan di wajah polosnya, ia sangat gembira…
Bahkan ketika aku meninggalkannya untuk berangkat kekantor ia mencium takzim tanganku kemudian mencium pipiku dengan manja…tak terasa bulir bening itu mengalir deras di pipku..ya…Tuhan Terimakasih atas semua ini, atas semua karunia dan kebahagiaan yang begitu berlimpah yang Engkau berikan padaku.
Princess….
Maafkan Bunda ya…tidak bisa jadi Ibu yang sempurna untukmu, Bunda tak bisa mendampingi tiap detik hidupmu, seperti layaknya anak seusiamu yang masih selalu ingin bermanja tiap saat bersama Ibunya.
Princess…
Mungkin Bunda Egois, masih melanjutkan karier padahal Bunda sudah punya Princess yang Tuhan titipkan pada Bunda, tapi percayalah Princess, Bunda lakukan semua itu demi untukmu Princess, sehingga kelak ketika kau dewasa kau bisa merasakan bahwa Bundamu adalah Bunda yang mampu menyumbangkan sedikit pengetahuan yang Bunda miliki untuk kebaikan….
Princess…
Bukan berarti dengan Full day bersamamu, bunda tak bisa melakukan kebaikan, tapi Bunda Ingin suatu hari nanti Princess mengerti bahwa hidup ini Tuhan berikan tak hanya untuk diri kita sendiri, tapi ada hak dan bagian orang lain, yang Tuhan titipkan lewat tangan kita untuk membantu hamba Tuhan lainnya.
Princess… jadilah anak yang sholehah….
Tetaplah kuat, dan Tabah seperti harapan yang Bunda sematkan pada namamu, kebijasanaan yang Tuhan angerahkan untuk perempuan yang tabah dan Ulet.
Doa Bunda selalu menyertaimu sayang….
Kamis, Juli 17, 2008
Terimakasih
Tadi pagi ketika meluncur dikepadatan jalanan Panam, mengantarkan ibuku yang akan menjalani sebuah pelatihan di salah satu Hotel di Panam, aku menyempatkan diri mampir sejenak ke kampus UNRI, menyusuri kembali kampus “bina widya” yang hampir selama 3,5 menjadi tempat ku menabur begitu banyak harapan, tempat mendapatkan begitu banyak cinta dari orang-orang yang istimewa, di sana juga aku seolah “menemukan” diriku, menemukan arti persahabatan, keindahan masa remaja, dan tentunya belajar lebih mencintai Sang Pencipta.
Barisan pepohon yang berjejer rapat di Bina Widaya adalah saksi perjalananku, di setiap helai daunnya ku tulis asa ku tentang hidup, tentang gundah, tentang nestapa dan tentang bahagia yang mengalir. Betapa seluruh kenangan itu tersimpan rapi diketeduhan pepohonan yang kian kokoh menaungi Bina Widaya, dulu setiap pagi aku selalu berjalan sendiri memininta perlindungan di balik rerimbunan pepohanan, apalagi jika terik mentari tengah perkasa hanya pepohonan ini sahabat karib yang memayungiku dengan ketuduhan.
Dahannya yang kokoh selalu mengingatkanku pada sahabat-sahabatku di Bina Widaya, begitu beraneka namun melahirkan harmoni yang indah. Ada Verry yang feminim, dan selalu punya banyak energi untuk memperhatikan kami semua, sahabat-sahabatnya, bersama Verry jalanan Panam yang berdebu telah ku lalui bersamanya didampingi jupiter merah yang setia (masih ada lho Ver...lom di jual...rencananya akan di simpan sampai kapanpun tuk kenanng-kenangan), tentunya demi menyelesaikan skripsi yang terus saja menrengek-rengek minta di selesaikan. Kecerewetan Verrylah yang membuatku selalu bangkit tiap kali terjatuh dalam malas yang kronis.
Masih ku ingat betapa cinta seorang Verry pada sahabatnya demikian tulus, tanpa tembok, tanpa prasangka, bersamanya bisa ku rasakan ada banyak tempat di hatinya untuk kasih sayang dan cinta pada seseorang seperti aku, si itik buruk rupa yang jauh dari rumah, sehingga sedikit demi sedikit aku mulai dapat bergabung dengan komunitas the sosio 2000 dan membuang jauh-jauh perasaan minder dan ketakutan, membuatku mengerti bahwa teman-temanku adalah orang-orang yang tulus dan dapat menerima aku apa adanya, mereka adalah orang-orang yang toleran terhadap perbedaan yang paling prinsip sekalipun, bersamanya pula lagu-lagu indah terasa kian syahdu saat harus berjibaku melawan kantuk menyelesaikan deadline skripsi.(laluna: Bantu aku membencimu, ku terlalu mencintai mu) bahkan ketika jarak telah memisahkan kami ia masih mengingatku, dia rela mengejar-ngejar aku yang sudah duduk manis di Argo Gede bersiap meninggalkan Bandung menuju Jakarta, padahal saat itu aku tau kesibukan kerja demikian mengekangnya yang baru mulai membagun karir di Bandung, tapi demi aku yang sedang berlibur ke Bandung sempatkan diri menemuiku walau hanya sesaat (duh ngejar-ngejar kereta dengan stileto 7 cm lg)
Sejak adegan di stasiun kereta api itu, belum sekalipun kita di pertemukan oleh sang waktu, kesibukan masing-masing membuat kita terpenjara di hari-hari yang berlari demikan kencang. Hingga tak ku sadari hampir 3 tahun kita tak bertatap muka.
Namun kali ini adahal yang ingin ku ucapkan pada mu Ver…yang selama ini tak pernah sempat aku ucapakan “terimakasih Ver…sudah menjadi sahabatku, terimakasih sudah memberi warna di salah satu episode hidupku, andai Tuhan tak mentakdirkan pertemuan kita mungkin aku akan mengenang Bina Widaya dengan cara yang lain.
Duh Verry kapan ya… bisa membalas kebaikan-kebaikanmu…kapan ya bisa bersama-sama lagi, sungguh aku merindukanmu Verry IMOET….
Jumat, Juli 11, 2008
Rabu, Juli 09, 2008
Cinta
Ketika mataku melahap sebuah tulisan seorang sahabat, tak terasa bulirnya ingin menetes, entah mengapa??? Tapi ada perasaan rindu yang tiba-tiba menghentak, rindu pada tepian Indragiri, rindu pada langit jingganya kala sore. sungguh ingin sekali kembali berlari kemasa lalu, pada masa yang begitu berwarna, ada suka yang membias indah, ada sedih yang berkabut tebal, ada pula area hampa yang tak tergambarkan.
Indragiri memang tak “indah”, tak ada gunung yang menjulang tinggi yang mampu membuat seseorang bertasbih menyebut nama Nya kala melihat kokohnya sang paku bumi, tak ada pula pantai yang landai dengan pasir putih yang menghapar berserta ombaknya yang dahsayat yang pastinya akan membuat semua orang yang melihatnya menyadari betapa indahnya lukisan Tuhan.
Tepian indragiriku hanya sebuah kota kecil, tak ada yang bisa membuat orang berdecak kagum kala menatapnya, ia bukan “gadis cantik” dengan segala pesonanya, ia tak pandai bersolek, polos dan lugu. Namun aku melihat kecantikannya dalam terminologi ku sendiri, ia kupandang indah dengan segala kesederhanaannnya, keindahahannya justru tanpa adanya indah dalam terminologi awam.
Ia indah ku pandang karena ia adalah rumah pemberian Tuhan untukku, jalinan nasib dan takdir yang Tuhan gariskan untukku, hak absolutNya lah yang bertitah bahwa aku dilahirkan di tempat itu, di besarkan dan bertumbuh dengan kultur yang berwarna. Sehingga hari ini aku terbiasa dengan aneka perbedaan, terbisa dengan berbagai stereotipe dan membukitikan bahwa streotipe tetaplah sebuah strereotipe yang hanya akan menjadi tembok penghalang untuk dapat merasakan kebaikan dan ketulusan orang lain. Aku juga terbisa dengan primodailisme, sehingga membuatku menarik hikmah bahwa Tuhan menurunkan Islam sebagai solusi dari semua itu.
Dibelahan bumi Allah mana pun saat ini kita berada, jika kita bersedia menghancurkan tembok yang mengalangi mata dan perasaan kita maka akan kita temukan ribuan tanda-tanda kebesaran-Nya, hanya terkadang kita terlalu sempit untuk memaknai keindahan ciptaaan-Nya, sehingga tanpa disadari terkadang kita lupa mengucap Asma-nya dalam “ketidakindahan” yang kita rasakan.
Di balik ketidak ramahan orang lain, mungkin Tuhan ingin kita menyadari betapa berharganya setitik keramahan yang bisa kita sebar, ditengah lingkungan yang tidak bersahabat mungkin ada “bonus” yang ingin ia berikan atas ketabahan hamba-Nya. di ganasnya terik mentari yang menyengat mungkin Tuhan ingin hambanya lebih sering mengingat-Nya.
Begitulah Indragiri mengajariku banyak hal, mengajariku lebih dekat pada-Nya dengan cara yang unik, mengajariku mencintai-Nya tanpa tendensi apapun, sehingga hari ini akupun dapat berucap syukur karena Tuhan memberikan “rumah” ini untukku, tempat aku selalu bisa pulang dan kembali mengisi rasa cintaku pada-Nya yang terkadang sedikit berkurang karena “keindahan-keindahan” yang terkadang membuat terlena. dan kembali pulang tentunya dapat menetap tepian Indragiri yang jingga kala sore yang selalu bisa kembali mengingatkanku betapa Tuhan selalu mencintai umat-Nya dan selalu memeberi pelajaran di setiap ciptaaanya.
Langganan:
Postingan (Atom)