Minggu, September 25, 2011
sendiri
Setetes air mata menusuk hatiku
Merembeskan kesakitan pada jiwaku
Hendak ku tambal ia dengan senyuman
Atau didempul saja dengan ceria
Berharap bathin mu mendengar
Berharap engkau merasa
Ada sinyal terkirim dariku
Ada isyarat yg ku sampaikan padamu
Inginku sungguh inginku
Berlarilah waktu tinggalkan perih
Hati.....berdamailah dengan seluruh rasa
Aku sungguh ingin..
Sungguh ingin kau dengar bisik hatiku
Tak dapat lisanku berkata
Hanya kebisuan temanku
Batu batu cadas, hentikan ejekan itu
Terlalu Keras ku rasa engaku menghujamku
Cepatlah sampai wahai isyarat
Cepatlah terbang dandeleon
Bawakan kisahku padanyaa
Aku tak lagi mampu menatap langit sore ini
Terlalu jingga. Membias lewat pantulan bening sungai bisu itu
Aku ingin melihatmu kali ini saja
Sebelum akhirku tiba..
Pulanglah padaku seperti saat abu-abu menjadi hari kita
Rabu, September 21, 2011
mimpi
Sudah waktunya
Maka pergilah ia sesuai janji
Sudah saatnya
Maka berlalulah ia seperti kodratnya
Ku tanya padanya, mengapa sepagi ini?
Bukankah kita belum mengahabiskan sarapan pagi
Kita juga belum menyirami melati yg baru kita tanam di halaman
Aku juga masih belum memperlihatkan padamu sulaman kristik yg ku buat saat kantuk tak datang padaku.
Aku ingin bercerita padamu, tentang resep masakan yg sekali lagi berakhir menyedihkan
Juga kisah micro fotografi yg menyihirku
Sayangku....
Aku hanya ingin kau disisiku, tersenyum seperti biasa mendengarkan ocehanan
Sayangku....
Aku hanya ingin mendengarmu berkata "apakabar manisku
Aku bermimpi rupanya....
Saat terbangun ku lihat engkau disisiku
Menawatkan segelas air dingin, pereda hausku...
Selasa, September 20, 2011
september ini
Tidak ku temukan sebutir kata dalam ruang pikirku
Begitu saja, hening begitu sunyi
Seulas kabut tipis memelukku amat erat
Mengisi rongga dadaku, memberi isyarat
Hangat...dah ritme ku berdentang menghukum hari
Begitu saja, hening begitu sunyi
Seulas kabut tipis memelukku amat erat
Mengisi rongga dadaku, memberi isyarat
Hangat...dah ritme ku berdentang menghukum hari
Selasa, Januari 25, 2011
Kamis, Januari 20, 2011
ku lihat....
ku lihat rumput liar ini tumbuh dihalaman sebuah rumah, aku yakin tak ada yang menganggapnya penting, namun aku amat menikmati pemandangan ini, ia seolah mewakili hatiku, saat jingga akan datang, ia seolah menatapku dan berkata begitu banyak cobaan dan eksosistem yang tak nayaman, namun cobalah untuk bertahan, karena hakikat sesungguhnya dari kehidupan adalah perjuangan untuk selalu berusaha menjadi sesuatu yang dapat bermanfaat byat orang lain sungguhpun hanya sekejap. seperti rumput liar ini yang memberiku banyak pelajaran
Tuhan, biarkan aku terus belajar, tolong berikan clue agar aku selau menyadari dan awas akan setiap kebenaran yang terbentang, sekalipun kesendirian akan selalu mengelayuti hari.
Tuhan....Maaf aku mengeluh
Kepala saya akhir-akhir ini dipenuhi keinginan untuk menulis, dan membagi perasaan saya pada sahabat-sahabat saya, namun entah mengapa saya akhirnya mengurungkan niat saya, saya memilih berdialog dengan diri saya saya, membicarakannya dalam diam, menuturkannya lewat aliran-aliran kisah hanya didalam pikiran saya saja.
Saya sedang mencoba merenungi diri saya sendiri, tentang apa yang saya inginkan dalam hidup saya, tentang tujuan hidup saya dan tentang banyak hal yang pada akhirnya tetap menimbulkan pertanyaan dihati saya walaupun saya selalu berusaha mengabaikan pertanyaan itu tiap kali ia mengelitik nurani saya.
Pernahkah anda mengalami bully, dalam hal ini penganiayaan psikologis, berupa ejekan, maupun penghinaan berkaitan dengan hal yang tak pernah bisa anda kontrol yaitu terkait Fisik anda?, jika jawabnya tidak, sebaiknya anda segera bersyukur, karena setidaknya tak ada lubang di hati anda yang harus anda tambal untuk menjadikan diri anda masih merasa “utuh”, jika pelecehan itu terkait, dengan sesuatu yang bisa manusia ciptakan, atau sekedar dapat di kontrol hasil akhirnya oleh manusia, mungkin hal itu akan menjadi energi untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik, manusia yang kehadirannya bermanfaat buat orang lain atau minimal kehidarannya tidak menyakiti orang lain.
Pernahkan kita bertanya pada seseorang yang memiliki fisik berbeda dari orang “normal” , keinginannya kah untuk menjadi berbeda? Atau jika ia bisa memilih kira-kira tampilan fisik seperti apa yang akan ia minta pada Tuhan?
Saya punya jawabnya, jika kita bisa memilih, kita akan meminta tampilan fisik yang membuat kita tidak kelihatan”berbeda” dengan para mencela, kita akan memilih menjadi manusia yang “cantik”, namun bukankah Tuhan tidak menyediakan pilihihan itu, ketika kita dilahirkan, berusaha untuk tampil normal sudahlah dilakukan namun ketika sentuhan tangan manusia tak mampu menutupi keaslian ciptaan Tuhan, yang tersedia hanylah pilihan untuk bahagia atau atau selalu bersedih dengan ciptaanNya yang sesungguhnya selalu sempurna?.
Sekali lagi ada sebuah memiliki pertanyaan, apakah kita semua pikir Tuhan salah menciptakan bentuk yang menurut kita tidak “normal”, atau kita berprasangka bahwa pada saat Tuhan menciptakan bentuk yang menurut kita jelek, hina dan tidak sempurna itu Tuhan sedang mengantuk? Hingga bentuknya tidak simetris, atau bentuknya salah dari desainnya? Sekali lagi rasanya kita semua pasti memiliki jawabannya, Tuhan tak pernah salah mencipatakan orang-orang “berbeda” hanya mata hati kita semua yang tertutup tak pernah menyadari betapa dalam ketidaksempurnaan itu, Tuhan meniciptakan kesempuranaan, atau hal yang paling sederhana saja, jika tidak ada “jelek” bagaimana kita bisa tau bahawa hal yang anda miliki itu adalah sebuah keindahan.
Maaf Tuhan saya tidak bermaksud marah, kesal atau mengomel, saya hanya sedang berdialog dengan otak dan hati saya, saya berharap, saya bisa menerima apapun yang Tuhan berikan dengan saya ikhlas, saya sedang memotivasi diri saya bahwa saya juga adalah makhluk Tuhan, dan sesungguhnya Tuhan mencintai saya sama seperti Tuhan mencintai orang”normal” lainnya.
Maaf Tuhan, saya merasa sangat sedih, maaf Tuhan, saya terkadang belum bisa berdamai dengan kenyataan, harusnya saya selalu ingat bahwa apaapun kondisi yang Engkau berikan semuanya adalah berkah sekaligus adalah ujian untuk saya.
Setelah ini saya akan berusaha selalu berdoa untuk semua orang, semoga Tuhan selalu menjaga kecantikan fisik dan hati mereka, semoga semuanya selalu under control, Tuhan semoga mereka semua berbahagia dengan kecantikan yang mereka miliki, semoga kecantikan mereka mendatangkan kebaikan buat semua orang
Setelah menulis in saya menjadi amat lega, amat sangat siap mengahadapi apapun yang menyembur dari mulut indah kalian tentang saya yang kalian anggap tidak normal ini.
Tuhan maaf saya mengeluh.....
Selasa, Januari 18, 2011
Kamis, Januari 06, 2011
tentang sebuah keinginan
Tiba-tiba saja terpikir, darimana awalnya indikator cantik atau ganteng itu di tentukan, bermula darimana pula penilaian langsing itu lebih baik dari pada gemuk, berkulit putih lebih baik dari pada berkulit hitam, atau ukuran-ukran lain yang banyak berseliweran saat ini di lingkunganku. Sejujurnya saya pernah membaca di sebuah artikel?( Tepatnya kapan dan dimana memory saya tak mampu menelusiri filenya) bahawa kriteria itu adalah bentukan budaya, artinya kriteria cantik dari masa ke masa bisa saja berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Dulu perempuan yang dianggap cantik adalah perempuan yang bertubuh besar dan kuat, dan saya ingat dulu ibu saya amat membanggakan rambut ikal miliknya, karena beliau tak perlu repot-repot ke salon kecantikan untuk membuat rambutnya menjadi bergelombang. Sekarang yang saya saksikan remaja putri amat tergila-gila pada pelurusan rambut atau yang ngetren disebur rebounding.
Saya adalah manusia yang amat beruntung, saya dilahirkan dengan anugrah kesehatan, walaupun saya tidak memiliki raga dan paras sempurna baca: cantik, namun saya yakin semua itu adalah anugrah Tuhan untuk saya, mengapa Tuhan memilihkan raga ini untuk jiwa saya tentunya itu adalah hak preoregatif Tuhan yang tak layak saya pertanyakan, yang ingin saya katakan adalah saya amat nyaman dan bahagia dengan raga saya, hingga saya tidak terlalu peduli pada penilaian orang lain tentang Tubuh saya yang terlalu kurus, wajah saya yang kusam, mata saya yg memiliki lingkaran hitam, atau susunan gigi saya yang berantakan, buat saya hal itu bukanlah sesuatu yang membuat saya tidak bahagia, saya tetap menikmati hidup, tertawa bahkan “mengila” hingga saya tak habis pikir tiap kali orang-orang sekeliling saya menyarankan untuk merefarasi “KEKURANGAN” saya itu,saya tidak terlalu peduli, buat saya merawat secukupnya karunia Tuhan untuk saya itu saja sudah cukup.
Suatu waktu saya pernah “tidak bahagia” dengan diri saya, saya merasa tak ada yang menarik dengan saya, terlebih dengan derasnya isu perselingkuhan akibat istri yang tak lagi menarik, membuat saya ingin sekali tampil “cantik”, maka dimulailah petulangan mencari dokter kulit terbaik, untuk membuat kulit kusam saya menjadi bercahaya, nah....apa yang terjadi? Semua itu ternyata bukanlah karakter saya, hingga yang terjadi adalah “kehilangan diri sendiri” saya tidak bilang orang-orang yang ingin tampil cantik itu salah namun kesemimbangan antara kecantikan lahir dan bathin hendaklah dijaga.
untuk saya pribadi, perawatan mahal ternyata bukan bagian dari diri saya hingga menjalani kehidupan dengan dokter kecantikan, sepatu mahal, Tas bermerk,dan lain-lainnya selalu menerbitkan rasa bersalah dalam diri saya. Rasa bersalah karena demikian gampangnya saya menghambur-hamburkan uang yang nilainya jauh lebih banyak dari sedekah yang saya lakukan. Rasa bersalah teringat 2 asisten saya di rumah yang dengan pengasilannya yang buat saya mungkin tak ada artinya masih sempat bersedekah bahkan menopang kehidupan adik-adiknya, rasa amat menyesal begitu menyadari, koleksi tas saya yang menumpuk dan amat jarang saya gunakan sementara seorang guru didaerah terpencil sana mengunakan tas untuk mengajar hingga tas itu amat lusuh hingga akhirnyan pertahanan tas itu bobol hingga tak dapat lagi diguanakan.
Dalam sebuah perjalanan mendampingi tugas suami saya, bahkan saya melihat perempuan buruh kopra yang bertelanjang kaki, sementara sepatu saya memenuhi hampir seluruh lemari sepatu yang ada di rumah saya, saya bahkan hampir menangis, ketika baju bekas saya dan keluarga yang masih layak pakai, bagai berkah tak terhingga buat orang-orang yang mebutuhkan, sementara saya punya puluhan busana yang bahkan jarang saya gunakan akibat terpenjara dalam seragam kantor.
Sungguh pada titik itu saya amat merasa berdosa, kenapa saya menjadi manusia yang sangat hedonis, mengapa saya begitu memuja produk-produk kapitalis, bukankah saya harusnya lebih peduli pada orang lain membutuhkan uluran tangan saya, mungkin pertolongan itu terasa amat tak berarti untuk saya namun ternyata bermanfaat banyak buat orang lain.
Awalnya saya menikmati hal itu, terlebih hal itu saya lakukan tanpa menganggu keuangan dan kestabilan keluarga, namun kemudian hati saya sendiri yang bertanya, apakahh memang kehidupan seperti itu yang saya inginkan, kehidupan hedoniskan yang menerbitkan kebahagian di hati saya, ternyata membuat orang lain tersenyum jauh lebih membuat saya bahagia.
Saya tidak ingin katakan saya terlah berubah menjadi manusia dengan hati malaikat yang rela mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain, namun saya ingin sekali berubah, berubah menjadi lebih baik, menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain, mencoba hidup sederhana namun bisa menerbitkan senyum diwajah orang lain.....doakan saya ya.....
RESULUSI TAHUN 2011
Saya adalah manusia yang amat beruntung, saya dilahirkan dengan anugrah kesehatan, walaupun saya tidak memiliki raga dan paras sempurna baca: cantik, namun saya yakin semua itu adalah anugrah Tuhan untuk saya, mengapa Tuhan memilihkan raga ini untuk jiwa saya tentunya itu adalah hak preoregatif Tuhan yang tak layak saya pertanyakan, yang ingin saya katakan adalah saya amat nyaman dan bahagia dengan raga saya, hingga saya tidak terlalu peduli pada penilaian orang lain tentang Tubuh saya yang terlalu kurus, wajah saya yang kusam, mata saya yg memiliki lingkaran hitam, atau susunan gigi saya yang berantakan, buat saya hal itu bukanlah sesuatu yang membuat saya tidak bahagia, saya tetap menikmati hidup, tertawa bahkan “mengila” hingga saya tak habis pikir tiap kali orang-orang sekeliling saya menyarankan untuk merefarasi “KEKURANGAN” saya itu,saya tidak terlalu peduli, buat saya merawat secukupnya karunia Tuhan untuk saya itu saja sudah cukup.
Suatu waktu saya pernah “tidak bahagia” dengan diri saya, saya merasa tak ada yang menarik dengan saya, terlebih dengan derasnya isu perselingkuhan akibat istri yang tak lagi menarik, membuat saya ingin sekali tampil “cantik”, maka dimulailah petulangan mencari dokter kulit terbaik, untuk membuat kulit kusam saya menjadi bercahaya, nah....apa yang terjadi? Semua itu ternyata bukanlah karakter saya, hingga yang terjadi adalah “kehilangan diri sendiri” saya tidak bilang orang-orang yang ingin tampil cantik itu salah namun kesemimbangan antara kecantikan lahir dan bathin hendaklah dijaga.
untuk saya pribadi, perawatan mahal ternyata bukan bagian dari diri saya hingga menjalani kehidupan dengan dokter kecantikan, sepatu mahal, Tas bermerk,dan lain-lainnya selalu menerbitkan rasa bersalah dalam diri saya. Rasa bersalah karena demikian gampangnya saya menghambur-hamburkan uang yang nilainya jauh lebih banyak dari sedekah yang saya lakukan. Rasa bersalah teringat 2 asisten saya di rumah yang dengan pengasilannya yang buat saya mungkin tak ada artinya masih sempat bersedekah bahkan menopang kehidupan adik-adiknya, rasa amat menyesal begitu menyadari, koleksi tas saya yang menumpuk dan amat jarang saya gunakan sementara seorang guru didaerah terpencil sana mengunakan tas untuk mengajar hingga tas itu amat lusuh hingga akhirnyan pertahanan tas itu bobol hingga tak dapat lagi diguanakan.
Dalam sebuah perjalanan mendampingi tugas suami saya, bahkan saya melihat perempuan buruh kopra yang bertelanjang kaki, sementara sepatu saya memenuhi hampir seluruh lemari sepatu yang ada di rumah saya, saya bahkan hampir menangis, ketika baju bekas saya dan keluarga yang masih layak pakai, bagai berkah tak terhingga buat orang-orang yang mebutuhkan, sementara saya punya puluhan busana yang bahkan jarang saya gunakan akibat terpenjara dalam seragam kantor.
Sungguh pada titik itu saya amat merasa berdosa, kenapa saya menjadi manusia yang sangat hedonis, mengapa saya begitu memuja produk-produk kapitalis, bukankah saya harusnya lebih peduli pada orang lain membutuhkan uluran tangan saya, mungkin pertolongan itu terasa amat tak berarti untuk saya namun ternyata bermanfaat banyak buat orang lain.
Awalnya saya menikmati hal itu, terlebih hal itu saya lakukan tanpa menganggu keuangan dan kestabilan keluarga, namun kemudian hati saya sendiri yang bertanya, apakahh memang kehidupan seperti itu yang saya inginkan, kehidupan hedoniskan yang menerbitkan kebahagian di hati saya, ternyata membuat orang lain tersenyum jauh lebih membuat saya bahagia.
Saya tidak ingin katakan saya terlah berubah menjadi manusia dengan hati malaikat yang rela mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain, namun saya ingin sekali berubah, berubah menjadi lebih baik, menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain, mencoba hidup sederhana namun bisa menerbitkan senyum diwajah orang lain.....doakan saya ya.....
RESULUSI TAHUN 2011
Selasa, Januari 04, 2011
pesan
Denting gerimis kudengar pilu, lamat-lamat menghasikan dentangan yang berima, aku terjaga dari tidurku, dan mendapati sang waktu di dua pertiga malam, sang kantuk tiba-tiba saja beranjak pergi, menghilang begitu saja, membiarkan aku duduk sendirian dengan desau angin yang terus saja memenuhi pendengaranku, memaksaku mengamati sekeliling, mencari sedikit kelegaan, yang harusnya bermuara menjadi rasa syukur atas kehidupan yang masih Tuhan sematkan didiriku.
Sebuah tanya mampir padaku malam ini, tentang waktu yang berlalu, tentang orang-orang yang mampir di hidupku, kemudian setelah bertahun-tahun kembali lagi, namun dalam settingan yang berbeda, apa yang aneh? Tentu saja hal itu adalah hal biasa dalam daur hidup manusia, layaknya seperti azaleaku yang kadang mekar demikan rindang dan lain waktu menolak bersolek, atau seperti hujan yang kadang-kadang datang begitu saja, lalu pergi.
Aku mencoba untuk memejamkan mata, merunut satu demi satu rangkaian peristiwa akhir-akhir ini, amat sulit membuat kesimpulan yang objektif, kesimpulan yang adil, jauh dari prasangkaku, jauh dari egoku, jauh dari hal-hal yang sesungguhnya belum ku pahami benar. Aku tak ingin buru-buru kali ini, mencoba kembali melihatnya dari berbagai sudut, semoga saja ku temukan bintang polaris, yang setia menuntun arah, sekalipun aku seringkali mengalami disorientasi ruang dan waktu, namun setitik kerlipnya ku harap mampu menerangi jalanku.
Ku tatap lagi sebuah gambar, disana ku lihat bidadari itu tersenyum tulus, amat tulus, senyumnya merekah lebar, mungkin seperti hatinya yang berbinar, menikmati seulas waktu bersamaku, hingga bisa melihat lautan lampau yang menyimpan sebuah episode pendek tentang seseorang yang membuat senyumnya merekah. Lagi-lagi aku memejamkan mata, berharap potongan-potongan kenangan itu terrekonstruksi diotakku, disana kutemukan, sosok itu, tersenyum lewat binar matanya, ia yang kunamai sang mercusuar, sungguh dalam ingatanku ia bermetamarfosis demikian cepat, menjadi sosok yang membuat begitu banyak orang sepeti sang bidadari dengan senyuman merekah menantinya dalam diam, dengan harapan yang membuncah namun kadang juga hampa.
Aku mengerti langkah yang engkau ambil sang mercusuar, sungguh amat mengerti, bahwa tak ada langkah yang ekstrim dalam kisah ini, tak ada hijab yang tegas dalam cerita ini, engkau memainkan peran dengan amat baik, membuat kisah ini menjadi seperti tanpa duka, berharap semua orang menemukan jalannya, hingga tak harus dirimu yang bertutur tentang segara yang selalau engkau harapkan ditemui dalam perjalananmu, dan segara itu berkemungkinan tidaklah berada sedekat itu denganmu.
Aku tersenyum amat pilu, menatap lagi potret bidadari dengan senyuman merekah itu, TUHAN....apa yang dapat kulakukan? Sungguh terjebak diantara para pengagum itu tidaklah mudah, ada kepiluan setiap kisah berfluktuasi, tapi terkadang logika amat gampang terkaburkan ketika hati mengambil alih kendali, dan sepanjang perjalanan aku kembali mendengar sang bidadari menyebut-nyebut namanya dengan mata berbinar.
Entah kalimat apa yang ingin kurangkai, semua bergemuruh diotakku, haruskah ku tutun sang bidadari melihat halaman frienster lama, melihat profil seseorang yang dengan sangat berat ingin kukatakan, dialah satu-satunya yang pernah ia kisahkan padaku, seseorang yang ia nanti dengan dengan melawan sang waktu.
Banyak hal sesungguhnya yang ingin ku katakan padamu bidadari, tapi biarlah sedikit clue itu menuntunmu pada kenyatan, semoga saja engkau bisa menemukan jalanmu, hingga akhirnya menemukan tempat indah yang engkau impikan. Hingga kisah ini dikemudian hari dapat kita kenang bersama sebagai kisah yang banyak mempersatukan banyak orang.
Untukmu yang kunamai sang mercusuar, jika engaku membaca tulisan ini, ku harap engaku mempertimbangkan apa yang pernah ku sampaikan padamu, walau aku tau aku tidak ada dalam list untuk dimintai pendapat, izinkan aku berkata, ini bukan hanya tentangmu, atau kebahagiaanmu, bukan pula tentang kesempurnaan, ini hanya kisah sepenggal hati, tak butuh terlalu banyak arimatika, ataupun program-program rumit, tak perlu pula sampai harus menciptakan alat baru bahkan penemuan baru layaknya einstein. Ini “hanya” persoalan menemukan sesuatu yang pas, yang sesungguhnya berada tidaklah amat jauh darimu.
Sungguh belum ketemukan kalimat yang tepat untuk akhir kisah, namun sungguh aku berharap mampu membuat dokumentasi yang baik tentang kisah ini, hatiku berkata aku ingin akhir yang bahagia untuk kalian semua, maafkan jika aku terlalu lancang, namun biarlah sang waktu yang akan menjawab mengapa kisah ini aku tuliskan.
4/1/2010..........kerlip senyum sang bidadari
Sebuah tanya mampir padaku malam ini, tentang waktu yang berlalu, tentang orang-orang yang mampir di hidupku, kemudian setelah bertahun-tahun kembali lagi, namun dalam settingan yang berbeda, apa yang aneh? Tentu saja hal itu adalah hal biasa dalam daur hidup manusia, layaknya seperti azaleaku yang kadang mekar demikan rindang dan lain waktu menolak bersolek, atau seperti hujan yang kadang-kadang datang begitu saja, lalu pergi.
Aku mencoba untuk memejamkan mata, merunut satu demi satu rangkaian peristiwa akhir-akhir ini, amat sulit membuat kesimpulan yang objektif, kesimpulan yang adil, jauh dari prasangkaku, jauh dari egoku, jauh dari hal-hal yang sesungguhnya belum ku pahami benar. Aku tak ingin buru-buru kali ini, mencoba kembali melihatnya dari berbagai sudut, semoga saja ku temukan bintang polaris, yang setia menuntun arah, sekalipun aku seringkali mengalami disorientasi ruang dan waktu, namun setitik kerlipnya ku harap mampu menerangi jalanku.
Ku tatap lagi sebuah gambar, disana ku lihat bidadari itu tersenyum tulus, amat tulus, senyumnya merekah lebar, mungkin seperti hatinya yang berbinar, menikmati seulas waktu bersamaku, hingga bisa melihat lautan lampau yang menyimpan sebuah episode pendek tentang seseorang yang membuat senyumnya merekah. Lagi-lagi aku memejamkan mata, berharap potongan-potongan kenangan itu terrekonstruksi diotakku, disana kutemukan, sosok itu, tersenyum lewat binar matanya, ia yang kunamai sang mercusuar, sungguh dalam ingatanku ia bermetamarfosis demikian cepat, menjadi sosok yang membuat begitu banyak orang sepeti sang bidadari dengan senyuman merekah menantinya dalam diam, dengan harapan yang membuncah namun kadang juga hampa.
Aku mengerti langkah yang engkau ambil sang mercusuar, sungguh amat mengerti, bahwa tak ada langkah yang ekstrim dalam kisah ini, tak ada hijab yang tegas dalam cerita ini, engkau memainkan peran dengan amat baik, membuat kisah ini menjadi seperti tanpa duka, berharap semua orang menemukan jalannya, hingga tak harus dirimu yang bertutur tentang segara yang selalau engkau harapkan ditemui dalam perjalananmu, dan segara itu berkemungkinan tidaklah berada sedekat itu denganmu.
Aku tersenyum amat pilu, menatap lagi potret bidadari dengan senyuman merekah itu, TUHAN....apa yang dapat kulakukan? Sungguh terjebak diantara para pengagum itu tidaklah mudah, ada kepiluan setiap kisah berfluktuasi, tapi terkadang logika amat gampang terkaburkan ketika hati mengambil alih kendali, dan sepanjang perjalanan aku kembali mendengar sang bidadari menyebut-nyebut namanya dengan mata berbinar.
Entah kalimat apa yang ingin kurangkai, semua bergemuruh diotakku, haruskah ku tutun sang bidadari melihat halaman frienster lama, melihat profil seseorang yang dengan sangat berat ingin kukatakan, dialah satu-satunya yang pernah ia kisahkan padaku, seseorang yang ia nanti dengan dengan melawan sang waktu.
Banyak hal sesungguhnya yang ingin ku katakan padamu bidadari, tapi biarlah sedikit clue itu menuntunmu pada kenyatan, semoga saja engkau bisa menemukan jalanmu, hingga akhirnya menemukan tempat indah yang engkau impikan. Hingga kisah ini dikemudian hari dapat kita kenang bersama sebagai kisah yang banyak mempersatukan banyak orang.
Untukmu yang kunamai sang mercusuar, jika engaku membaca tulisan ini, ku harap engaku mempertimbangkan apa yang pernah ku sampaikan padamu, walau aku tau aku tidak ada dalam list untuk dimintai pendapat, izinkan aku berkata, ini bukan hanya tentangmu, atau kebahagiaanmu, bukan pula tentang kesempurnaan, ini hanya kisah sepenggal hati, tak butuh terlalu banyak arimatika, ataupun program-program rumit, tak perlu pula sampai harus menciptakan alat baru bahkan penemuan baru layaknya einstein. Ini “hanya” persoalan menemukan sesuatu yang pas, yang sesungguhnya berada tidaklah amat jauh darimu.
Sungguh belum ketemukan kalimat yang tepat untuk akhir kisah, namun sungguh aku berharap mampu membuat dokumentasi yang baik tentang kisah ini, hatiku berkata aku ingin akhir yang bahagia untuk kalian semua, maafkan jika aku terlalu lancang, namun biarlah sang waktu yang akan menjawab mengapa kisah ini aku tuliskan.
4/1/2010..........kerlip senyum sang bidadari
Langganan:
Postingan (Atom)